1. Peranan Pembiayaan Luar Negeri dalam Pembangunan di Jawa Timur
Secara umum, sumber pembiayaan ekonomi Jawa Timur dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sumber pembiayaan dari dalam negeri dapat berasal dari pengeluaran pemerintah (APBD dan APBN), Lembaga Keuangan Bank maupun Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) yaitu perusahaan pembiayaan, koperasi/lembaga keuangan mikro, pegadaian dll. Sedangkan sumber pembiayaan dari luar negeri dapat berasal dari Lembaga Bank dan Non Bank maupun dari dana pengiriman TKI di luar negeri (Dana Remitansi TKI) dan sumber lainnya.
Sumber Pembiayaan Ekonomi Jawa Timur Selama 2009*
Sumber | Keterangan | Rp. Triliun | % |
Dalam Negeri | -APBD (prov/Kota/Kab) & APBN -Pembiayaan dari Lembaga Keuangan Bank -Pembiayaan dari Lembaga Keuangan Non Bank | 94,80 54,63 10,83 | 50% 29% 6% |
Luar Negeri | -Pembiayaan dari Lembaga Bank & Non Bank -Remittansi TKI (melalui perbankan dan kantor pos) | 25,24 4,42 | 13% 2% |
Total | 189,93 | 100% |
Keterangan: *) bersifat flow, bukan stock
Sumber: Bank Indonesia
Dalam terminologi yang digunakan di Neraca Pembayaran Indonesia, sumber pembiayaan dari luar negeri kepada perusahaan bisa dalam bentuk Direct Investment (DI), Portfolio Investment (PI) maupun Other Investment (OI). Dari sistem Pelaporan Lalu Lintas Devisa (LLD) di Bank Indonesia, jenis pembiayaan luar negeri kepada perusahaan bisa dalam bentuk trade credit (kredit dagang) dari partner dagang perusahaan di luar negeri, pinjaman (loans) dari bank atau lembaga keuangan lainnya di luar negeri, penjualan surat utang (baik jangka pendek atau panjang) kepada investor di luar negeri, serta dalam bentuk suntikan modal (equity/stock) dari pemilik perusahaan/investor di luar negeri.
Sumber Pembiayaan Dari Luar Negeri
Perusahaan di Jawa Timur (dalam juta USD)
| 2007 | 2008 | 2009 |
Trade Credit | 2.237 | 2.471 | 1.431 |
Pinjaman jangka pendek | 55 | 643 | 782 |
Pinjaman jangka panjang | 96 | 73 | 43 |
Surat utang | 73 | 73 | 118 |
Modal disetor | 66 | 66 | 54 |
Total | 2.528 | 3.326 | 2.428 |
Sumber: Bank Indonesia
2. Dampak ACFTA Terhadap Industri Makanan-Minuman di Jawa Timur
Kondisi saat ini:
· Khusus produk makanan dan minuman (mamin), saat ini tercatat sejumlah 481.988 unit perusahaan beroperasi di Jawa Timur dan menyerap 1.455.958 orang tenaga kerja. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 473.605 unit perusahaan dan menyerap 1.406.027 orang tenaga kerja.
· Industri makanan minuman skala kecil selama ini sudah mengalami permasalahan struktural:
a. Kesulitan memperoleh bahan baku, khususnya yang berasal dari impor karena membutuhkan modal dan jaringan yang kuat.
b. Kekurangan modal kerja, sementara kredit perbankan sulit diakses karena membutuhkan agunan dan suku bunga yang tinggi.
c. Banyaknya ijin yang harus didapatkan terkait produk mamin (label komposisi, merek dagang, sertifikasi halal)yang sulit untuk diperoleh.
d. Kurangnya pembinaan/pendampingan dari lembaga berwenang.
e. Risiko tuntutan hukum (lawsuit) pasca konsumsi mengingat produk mamin terkait erat dengan kesehatan tubuh manusia.
· Akibat sulitnya situasi usaha tersebut, banyak industri mamin sekala kecil yang beralih menjadi pedagang. aktivitasnya menjadi membeli mamin jadi untuk dijual kembali.
Prospek pasca implementasi ACFTA
· Secara umum implementasi ACTFA diprediksi tidak berdampak signifikan terhadap industri mamin di Jawa Timur, terutama untuk industri mamin skala menengah dan besar. Industri mamin skala menengah bertahan dengan cara mengurnagi profit margin, sedangkan industri mamin skala besar relatif tidak terganggu.
· Dampak negatif ACFTA diprediksi akan terjadi pada industri mamin skala kecil.
· Daya saing industri di Indonesia cukup tertinggal dibanding industri di China. Dalam hal ini, perusahaan di China beroperasi dengan lebih efisien dan produktif.
· Industri mamin (terutama skala besar dan menengah) umumnya memiliki karakteristik tersendiri yang membuatnya relatif sulit ditembus oleh produk China :
· Di sisi lain, industri mamin Jatim diperkirakan belum mampu memanfaatkan ACFTA untuk memperluas pasar ekspornya ke China, karena:
a. Perbedaan spesifkasi antara produk mamin yang selama ini dibuat dengan yang dibutuhkan oleh konsumen China misalnya untuk produk udang olahan.
b. Cita rasa (taste) yang berbeda antara konsumen di Indonesia dengan China sehingga perusahaan tidak serta merta bisa mengekspor ke China.
No | Indikator | Indonesia | China |
1 | Tenaga kerja/buruh | Jam kerja 40 jam/minggu Hari kerja pertahun 337 hari Labor cost US$ 0,65/jam | Jam kerja 44-48 jam/minggu Labor cost US$ 0,55-0,85/jam |
2 | Energi listrik | Tarif: US$ 0,65/jam Supply tidak kontinyu sehingga ada penambahan biaya (tidak ekonomis untuk perusahaan) | Tarif US$ 0,09/jam Supply stabil |
3 | Mesin dan Peralatan Industri | | <10 tahun dan telah melakukan peremajaan mesin sejak tahun 2000 |
4 | Suku bunga pinjaman | 14% | 6% |
5 | PPN | Restitusi 10% tanpa ada kepastian waktu Penjualan ritel: produsen harus menggunakan faktur PPN lengkap | 17% dengan waktu 25 hari Penjualan ritel: lebih senang membeli produk dari importir karena tidak menggunakan faktur lengkap |
6 | Potongan pajak | | Kebijakan fasilitas insentif potongan pajak (tax rebate) hingga 15% kepada perusahaan produsen produk berorientasi ekspor |
3. Perkiraan Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) Terhadap Inflasi di Jawa Timur
Pemerintah merencanakan untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sekitar 10% pada tahun ini. Kenaikan TDL di satu sisi diharapkan dapat mengurangi beban subsidi Pemerintah kepada PT PLN. Namun di sisi lain, kenaikan TDL juga dapat berdampak pada meningkatnya inflasi daerah. Rencana kenaikan TDL dapat berdampak meningkatkan tingkat inflasi di Jawa Timur baik secara langsung (direct impact) maupun tidak langsung (indirect impact). Namun diperkirakan tidak terlalu signifikan. Diperkirakan naiknya TDL sebesar 10% akan memberikan dampak langsung terhadap kenaikan inflasi sampai dengan 0,31% (mtm) sedangkan dampak tidak langsungya terhadap kenaikan inflasi mencapai 0,10% (mtm).
Kecilnya dampak kenaikan TDL antara lain disebabkan relatif tidak terlalu signifikannya bobot inflasi TDL serta relatif kecilnya porsi biaya listrik terhadap total biaya produksi di industri secara umum.
Pengguna Subsidi Listrik Skala Nasional (Rp Triliun)
Kelompok Pelanggan | Gol Tarif | Jumlah Subsidi |
Rumah tangga sangat keci | R1/450 | 13,14 |
Industri besar | I3/200K | 10,92 |
Rumah tangga sangat kecil | R1/900 | 9,48 |
Industri sangat besar | I4/30M | 4,37 |
Rumah tangga kecil | R1/1.300 | 3,94 |
Rumah tangga sedang | R1/2.200 | 2,48 |
Bisnis sangat besar | B3/200K | 1,91 |
Penerangan jalan | P3 | 1,40 |
Rumah tangga menengah | R2/2,2-200K | 1,37 |
Industri sedang | I1/14-200K | 1,22 |
.
Sumber: Kajian Ekonomi Regional Bank Indonesia, Triwulan I-2010